Solo, Jawa Tengah, - Masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di Sekolah Pendidikan Krakter Berbasis TIK SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta dilaksanakan sebagai wadah membangun karakter lewat pengembaraan pencarian bakat dan minat siswa terhadap seni tradisi akhirnya kesampaian.
Selama 3 hari, siswa baru peserta MPLS mendapat wawasan baru dalam beragam materi. Salah satunya Tradisi budaya jawa wayang kulit yang diakui UNESCO sebagai Master Piece of Heritage of the World.
"MPLS sebuah program mengawali tahun ajaran baru bagi siswa baru untuk dijadikan sebagai ajang melatih ketahanan mental, disiplin, dan mempererat tali persaudaraan,” Kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Jatmiko, Jum’at, (20/7/2018).
Di sela-sela kerumunan siswa baru, Ki Agung Sudarwanto, S.Sn., M.Sn, Anggota Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) dan guru kelas 1 menemukan siswa berbakat dalam seni pedalangan dan karawitan. Merasa tergugah dan terharu ketika Gibran Maheswara secara spontan diberi kesempatan nembang Pocung di depan teman-temannya. Gibran segera merespon permintaan sang guru.
“Ngelmu iku, kelakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese ikhlas nyantosani, setyabudya pangekese dur angkara,” lantunan Gibran sang dalang cilik.
Tepuk tangan teman-teman sorak mengiringi semangat Gibran Putra tunggal pasangan Agus Setiawan dan Fitri Handayani untuk belajar di SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta.
“Gibran sangat berpotensi untuk mengembangkan minat dan bakatnya di bidang seni pedalangan dan karawitan. Keinginannya untuk menjadi peserta didik di SD Muh 1 Ketelan sangatlah kuat. Hal itu akan mawujud karena di dukung fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah,’’ Ujar Agung dalang Berkemajuan dan anggota Pengembangan seni Budaya PDM Kota Surakarta.
Fitri Handayani atau lebih dikenal Mbak Pipit Mengatakan “Anak saya mulai belajar memainkan tokoh wayang sejak umur 3,5 tahun, dan latihan di Sanggar Sarotama, Desa Ngringgo, Kecamatan Jaten, Dari semula pentas wayang putranya itu diunggah di sosial media, hingga banyak yang tertarik mengundangnya. Termasuk beberapa program talkshow di stasiun TV nasional. Al Hmadulillah, Gibran itu pandai menghafal dialog. Untuk pentas wayang kulit berlakon konvensional, Gibran sudah tak perlu dipandu para mentor yang biasanya berada di belakang layar. Namun untuk pentas wayang suluh, banyak karakter baru dikenalnya sehingga butuh panduan,” ujarnya.
Humas Jatmiko
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar