SOLO – Wakil Kepala Sekolah Penggerak bidang Humas SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta, Jawa Tengah antusias ikuti webinar Lembaga Sensor Film Republik Indonesia bertajuk “Upaya dan Strategi Meningkatkan Kualitas Sinetron Indonesia”
Menghadirkan Pembicara Utama, Dr H Sandiaga Salahuddin Uno BBA MBA (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif). Christina Aryani SE SH MH (Anggota Komisi I DPR RI). Narasumber, Titan Hermawan (Managing Director MNC Pictures), Joseph Samuel Krishna, SH. (Anggota LSF RI), Dr Elly Yuliawati, M.Si. (Dekan Fakultas Komunikasi Universitas Mercu Buana), Surya Saputra (Aktor).
“Acara terlaksana pada hari Rabu tanggal30 Juni 2021, dimulai Pukul 09.00 s.d. 12.30 WIB. Dan Hari ini, alhamdulillah menerima sertifikat elektronik Nomor : LSF-0070221P tertanda tangan Ketua Lembaga Sensor Film Rommy Fibri Hardiyanto,” ucap Jatmiko, Senin (5/7/2021).
Pengantar, Rommy Fibri Hardiyanto (Ketua LSF RI), Prof Dr Ir Ngadino Surip MS (Rektor Universitas Mercu Buana) dan Moderator Dr Suraya MSi (Ketua Bidang Studi Penyiaran FIKOM Universitas Mercu Buana) serta Pengantar Penutup Dr Naswardi MM ME (Ketua Komisi III LSF RI)
Sensor mandiri. Perubahan Perilaku Masyarakat. Masyarakat dapat langsung berinteraksi dengan media massa. Masyarakat dapat mengisi konten media massa. Kendali akses dan hubungan informasi ada di tangan individu. Menonton film dapat dilakukan kapan saja, dengan siapa saja dan di mana saja.
“Sensor mandiri adalah perilaku sadar dalam Memilah dan Memilih Film yang akan diproduksi, dipertunjukkan dan/atau ditonton,” ujar Joseph Samuel Krishna SH, Anggota LSF RI.
Tayangan sinetron merupakan realitas yang dikonstruksi, dimana media memberikan bahan bagi proses konstruksi sosial kepada pemirsanya. Media memproduksi makna makna tertentu yang ditawarkan, namun dapat dinegosiasikan atau ditolak.
Media tidak bisa memberikan realitas sosial yang objektif karena semua fakta adalah interpretasi Kritik terhadap tayangan sinetron merupakan interpretasi publik terhadap makna yang dimiliki dan dialami bersama yang dikomunikasikan secara intersubjektif.
“Mari ambil bagian dalam Budaya Sensor Mandiri, hadirkan kesadaran dan kemampuan memilih dan memilah tayangan yang berkualitas dan berbudaya,” beber Dr Elly Yuliawati MSi, Dekan Fakultas Komunikasi Universitas Mercu Buana.
Undang-Undang 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (“UU Penyiaran”) memaktubkan: Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, selain juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
“Pemajuan sinetron, implementasikan ketentuan undang-undangpenciptaan ekosistem penyiaran yang sehat dan efisien. tidak menjadikan rating sebagai faktor tunggal dalam penyiaran,” Pungkas Christina Aryani SE SH MH, Anggota Komisi I & Badan Legislasi DPR-RI.
Kotributor, Humas Jatmiko.
0 comments:
Posting Komentar