SOLO – Berjuang melawan bullying. Menuju Indonesia Merdeka 77 Tahun. Sadar pentingnya pemahaman sejak dini akan bahaya laten dari bullying yang belakangan ini agaknya kurang kuat dikampanyekan lagi, bahkan terabaikan.
Untuk itu, Rainar Aghna Shindhu Kayyisa Siswa Sekolah Ramah Anak SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta kampanye stop bullying via poster. Aghnya, panggilan akrabnya- mencontohkan, tindakan yang termasuk bullying seperti memukul, mengejek, dan memusuhi.
”Apapun bentuk bully itu sangat tidak terpuji, janganlah dilakukan. si korban stres, gelisah, merasa dikucilkan dan tidak berguna, hilangnya rasa percaya pada diri sendiri,” ucap Aghnya, kelahiran 18 September 2012.
Semoga di Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-77 tahun 2022 ini, dengan tema Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat, merdeka dari bullying. Di bullying tidak menyenangkan, tanpa ada warna bagai gambaranku yang tanpa warna.
Solusi untuk korban, berbicaralah pada orang yang dipercaya, baik orangtua, guru, dan sahabat. Tetap tegar dan berfikir positif. Hindari orang yang bersikap buruk.
“Bertemanlah dengan orang shalih shalihah yang membuat kita bahagia dunia dan akhirat sesuai pesan al marhum Nino Shindhu Ardiyanto. Ayahku pahlawanku. Semua nasehat akan aku perjuangkan. Dibullying itu capek seperti gambarku yang tidak berwarna,” terang Aghnya, yang bercita-cita sebagai pelukis.
Gadis Muslimah ini akan terus berlatih agar bisa menjadi pelukis terkenal saat dewasa nanti. Dan bertemu idola pelukis Erika. Siswa yang kini berusia 10 tahun ini menceritakan awalnya bisa menjadi pelukis.
“Awalnya aku suka diajak almarhum untuk melukis sejak kelas 2 dan belajar otodidak bersama Agnes Dyah Indarningtyas SSn, dari situlah aku mulai tertarik untuk mempelajari dunia melukis. Prestasiku menggambar Anime, orang dan pemandangan,” imbuhnya.
Sementara itu, Wali kelas IVD Agung Sudarwanto membeberkan bahwa Aghnya ingin berjuang melawan bullying. Sikap pendiam di kelas, membuat penasaran ‘ada apa dengan anak ini’.
Ternyata mempunyai kelebihan untuk cerdas menyikapi bullying yang saya lontarkan untuk menggambar Tema Bullying.
“Alhasil sebuah karya tanpa warna, sebagai wujud pengalaman jiwanya dimasa TK pernah mendapat perlakuan bullying oleh temannya, waktu itu serba salah karena tidak boleh berteman dengan teman lain (si dia),” ujar Agung.
Menurut Agung Sudarwanto yang juga pegiat seni dan Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Solo menjelaskan bahwa karya Aghnya merupakan pengalaman jiwa anak yang ditorehkan dalam coretan pensilnya.
“Saya sebagai Wali Kelas tak henti mengukir karakter anak untuk merdeka berkreasi, berinovasi dalam tatanan etika berbudaya. ‘Ngono ya ngono, ning aja ngono’,” pungkasnya.
Kontributor, Jatmiko.
Sabtu, 13 Agustus 2022
- 12.49
- admin
- No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar