SOLO – Wakil Kepala Sekolah Penggerak bidang Humas SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta, Jatmiko mengatakan Jurnalistik investigasi adalah salah satu dua cabang jurnalistik yang sulit tapi menantang, dibandingkan liputan biasa. Senin (13/3/2023).
“Cabang pertama news features. Basisnya indepth reporting. Model ini mengandalkan pada kemampuan peliputan yang mendalam, lengkap, dan berpusat pada manusianya, pada tokohnya,” ucapnya, usai terima sertifikat kelas ‘Jurnalisme Investigasi” dengan nilai 100 tertanda tangan Direktur Tempo Institute Qaris Tajudin.
Dia lalu melanjutkan penjelasannya, Jurnalistik investigasi, juga menuntut kemampuan menulis yang prima: ada struktur tulisan, ada juga plot (alur). News features itu tak ubahnya sebuah cerita pendek atau penggalan novel, dengan basis fakta dan data.
“Ada yang menyebut cabang ini sebagai jurnalistik sastrawi atau juga kisah bertutur (story telling),” terangnya.
Jurnalistik investigasi berbeda. Genre ini lebih menuntut pada kemampuan liputan yang mendalam, kemampuan menelusuri dokumen, data, cerita, sumber-sumber, dan juga aliran uang, untuk mengungkapkan atau bahkan membuktikan sebuah skandal atau kejahatan terorganisasi.
“Ia bisa menyasar, misalnya, jaringan kriminal terorganisasi, seperti geng motor, narkoba, aborsi, perdagangan manusia, juga kejahatan lingkungan hidup, kejahatan keuangan, dan korupsi di lingkungan pemerintahan,” ungkapnya.
Tidak seperti pelaporan konvensional, di mana wartawan bergantung pada materi yang dipasok oleh pemerintah, NGO, dan lembaga lain, pelaporan investigasi bergantung pada materi yang dikumpulkan sendiri oleh reporter atau tim investigasi. Praktik ini bertujuan untuk mengungkap hal-hal publik yang disembunyikan, baik secara sengaja atau tidak sengaja.
“Jurnalisme investigasi sebagai sebuah tugas suci. Nah, untuk dunia pendidikan, bisa untuk menulis lebih mendalam tentang profil sekolah, agar sukses PPDB,” bebernya.
Saat ini, banyak orang sependapat bahwa yang paling menentukan adalah penerimaan peserta didik baru (PPDB) faktor guru. Ruang belajar bisa amat sederhana, peralatan praktik dan perpustakaan bisa kurang lengkap, namun jika para gurunya memiliki kualitas ‘guru penggerak dan pelopor’ yang baik, maka kualitas pendidikan masih bisa diharapkan untuk mendidik abad 21 dan sambut bonus demografi.
Secara ideal, sekolah unggul baik swasta maupun negeri adalah sekolah yang memiliki 3 maret. ‘3 MARET’ akronim dari ‘sumber daya manusia (man), dana atau keuangan (man), aspek sarana dan prasarana (material), et aspek edukatif.
Sekolah unggul merupakan sekolah yang menerima siswa dengan kemampuan biasa atau normal, yang kemudian diproses secara unggul yang muaranya hasil atau outputnya yang unggul.
“Hasil yang unggul ini mengandung arti bahwa siswa yang menjadi out put tersebut berkembang potensinya secara optimal dan seimbang antara ranah koginitif, afektif, dan psikomotornya, baik kuat dalm IMTAQ dan IPTEKS-nya,”pungkasnya.
Kontributor, Jatmiko.
0 comments:
Posting Komentar