SOLO – Guru Karyawan SD Muhammadiyah 1 Surakarta ikut berkontribusi gencarkan kampanye dengan alat peraga kaos yang bertuliskan ‘Tontonlah Sesuai Usia’, salah satunya dengan jalan sehat bersama peserta didik, Jumat (8/12/2023.
Wakil Kepala Sekolah bidang Humas, Jatmiko mengatakan hasil belajar sepanjang hayat kemarin di Hotel Paragon Solo, Rabu (6/12/2023) di jelaskan siapa itu LSF, apa itu menyensor film dan bagaimana mensensor film. Apakah Bapak Ibu itu juga bisa ikut mensensor. Dan mengetahui/mengetahui lebih dalam apa itu LFS.
“Pertama kita mengenal dulu tentang film, dampak negatif dan positif film. Dampak positifnya film banyak tetapi dampak negatifnya film juga ada. Film menurut Undang Undang film Nomor 33 tahun 2009 pasal 1, film adalah karya seni budaya yang diatur oleh kemendikbudristek melalui undang-undang kebudayaan yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa,” ujar Jatmiko.
Untuk itu, Komunikasi masa pasti isinya menyampaikan informasi baik yang mendidik, memberi kesejahteraan yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi. Sinematografi meliputi audio dan visual, baik bergerak atau tidak bergerak, baik mute/silent atau bersuara.
“Jadi Lembaga Sensor Film /LSF itu siapa? LSF adalah lembaga negara yang sifatnya tetap dan independent, terdiri dari 17 anggota yang diangkat langsung oleh Presiden dan bertanggung jawab terhadap Presiden melalui Menteri Kemendikbudristek RI. Adapun tugas dan wewenang LSF ada tiga, yaitu pensensoran, pemantauan, sosialisasi. Penyensoran adalah meneliti, menilai dan menentukan kelayakan sebuah film. Meneliti judulnya apa, informasinya tentang apa, untuk usia berapa. Apabila layak tayang, maka baru akan ditentukan klasifikasi usia, selanjutnya dari LSF akan memberikan Surat Tanda Lulus Sensor. Jadi tugas LSF adalah penelitian, penilaian dan penentuan kelayakan film dan iklan film untuk dipertunjukkan kepada khalayak umum. Outputnya LSF adalah surat tanda lulus sensor,” bebernya.
Jatmiko juga mengatakan, Apabila sudah mendapatkan surat tanda lulus sensor maka film tersebut layak tayang. Walaupun ada klasifikasi usia, surat tanda lulus sensor menentukan apakah film tersebut sudah sesuai untuk dan ditonton oleh siapa tetap harus diperhatikan. Amanat undang-undang untuk LSF ada dua yaitu, setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan dipertunjukkan wajib mempunyai Surat Tanda Lulus Sensor.
“LSF bekerja untuk melaksanakan amanat ini, kemudian diturunkan di PP 18 bahwa setiap film yang telah dinyatakan lulus sensor, diterbitkan Surat Tanda Lulus Sensor. Surat Tanda Lulus Sensor itu mempunyai kekuatan hukum. Tugas penyensoran, pemantauan, sosialisasi tersebut intinya untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif film,” ucapnya.
Menurut Jatmiko, Kehadiran anggota LSF untuk melindungi masyarakat di seluruh Indonesia dalam bentuk klasifikasi usia. Klasifikasi usia ini merupakan langkah pertama dengan harapkan putra-putri Bapak/Ibu yang mau menonton film dapat melihat terlebih dahulu klasifikasi usianya berapa. Untuk tontonan anak-anak, tandanya semua umur (SU), anak-anak menuju remaja usia 13+, anak yang sudah akhir SMA mau kuliah artinya sudah 17 tahun 17+, kalau bapak / ibu ini udah bebas 21+.
Selain klasifikasi, yang harus diperhtikan yaitu tanda lulus sensor. Kalau belum ada tanda lulus sensor, jangan ditonton. Yang boleh mempertujukkan film ini adalah perorangan, organisasi, pelaku usaha, pelaku kegiatan.
“Misal ranting Muhammadiyah di Solo ini akan mengadakan pemutaran film Ayat-Ayat Cinta di halaman sekolah, pastikan bahwa film yang mau diputar itu sudah ada Surat Tanda Lulus Sensor, berapa klasifikasinya untuk 13 tahun, berarti tidak cocok untuk anak-anak SD atau film Keluarga Cemara, masuk klasifikasi semua umur, berarti cocok untuk semua kalangan,” tuturnya.
Kontributor, Jatmiko.
0 comments:
Posting Komentar