SOLO – “Saya bukan orang dengan background pendidikan. Saya tukang solder.” Begitulah joke yang dilontarkan oleh Dr Isa Iskandar SSi MPd, pemateri dari Pendidikan Khusus Kepala Sekolah/Madrasah (Diksuspala) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bertepatan hari Senin (24/6/2024).
Joke dilontarkan ustaz Isa dalam kegiatan Rapat Kerja Guru Karyawan Sekolah Penggerak SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta di Hotel Sahid Jaya Solo. Dengan moderator Workshop Dwi Jatmiko MPd Gr CPS.
Iskandar menjelaskan, pilihan dalam pendidikan sekarang hanya ada dua. Yaitu innovation or die. Inovasi atau mati. “Begitupun sekolah kita, sekolah pemenang itu selalu ada yang baru. Maka harus melampaui inspirasi dan pusat perhatian,” ucapnya.
Sekolah pemenang harus jadi trendsetter (pencipta tren) bagi follower (pengikutnya) yang mau capek, mau lelah, mau letih high effort, tidak cepat puas, tidak di zona nyaman, tidak baper, dan punya goal, target.
Menurutnya, fokus pendidikan Muhammadiyah pada tiga hal. “Al Islam, akademik dan bakat minat,” ujar, jebolan S3 Teknologi Pendidikan Unesa itu.
Fokus materi pada sekolah pemenang dimulai dari pembelajaran berbasis Information technology (IT), personal branding, rekayasa kurikulum dan marketing. Produk atau layanan yang ditawarkan oleh sekolah pemenang termasuk desain produk, fitur, kualitas, merek, dan berbagai atribut yang membuat produk unik.
“Guru tak perlu banyak bicara ketika mengajar. Ajaklah anak-anak mengaplikasikan pelajaran dengan cara yang menyenangkan,” tutur Lulusan S1 Juruan Fisika Fakultas MIPA ITS ini memang dikenal sebagai guru dengan media pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan menyenangkan. Kiasan sebagai tukang solder sebenarnya merujuk background orang MIPA (murni) itu—yang sering di laboratorium dan berhubungan dengan alat-alat.
Isa berharap materi yang dia sampaikan bisa diaplikasikan oleh guru karyawan seperti personal branding, bagaimana strategi untuk membangun citra dan reputasi diri sebagai seorang pengajar dan tenaga kependidikan yang kompeten, inspiratif, dan profesional.
“Ini dilakukan dengan cara mempromosikan keahlian, pengalaman, dan nilai-nilai yang dimiliki guru kepada murid, orang tua, kolega, dan komunitas Pendidikan yang lebih luas. Identifikasi keunikan kita. Baca kebutuhan pasar. Siapkan Tempat Publikasi. Bangun relasi. Konsistensi dan bangun hal baru. Sosmed, website, organisasi, karya buku, karya media. Maka sekolah pemenang ada Wakasek pendapatan dan wakasek marketing,” pungkasnya.
Kontributor Jatmiko.
0 comments:
Posting Komentar