SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
KOTA SURAKARTA
Masa
Perintisan
Pada tahun 1913 di Kampung Baru, oleh Kring
(Ranting) Serikat Islam yang diketuai M. Ng. Darsosasmito, Penulis R. L.
Totosuharjo, Bendahara M.Ng. Parikrangkungan mengadakan kegiatan rutin “Kursus
Islam” (istilah sekarang pengajian). Dengan methode penyampaian yang bervariatif
antara lain dengan sistem ceramah, tanya-jawab, diskusi. Disamping itu juga
memasukkan bahan kajian kepercayaan lain, misalnya tentang agama Kristen,
Hindu, Budha, bahkan tentang Kebatinan dan Teosofi. Yang
menjadi guru utamanya ialah Kyai Misbah dari Kauman. Karena banyak dan bermacam-macam
pertanyaan dari peserta kursus, Kyai
Misbah merasa kewalahan dan akhirnya beliau menawarkan kepada peserta, bagaimana kalau menghadirkan Kyai dari
Yogyakarta yang bernama K. H. Ahmad Dahlan (beliau seorang Kyai yang cerdas dan
banyak ilmunya). Setelah semua setuju lalu dibentuk panitia untuk menghadirkan
Kyai Yogyakarta. Kemudian dibentuk kepanitiaan yang terdiri : H. Misbah dan
Darsosasmito Ketua, M. Harsolumakso dan R. Ng. Parikrangkungan Penulis, R.
Sontohartono Bendahara dan dua orang lagi pembantu.
Pada tahun 1917 Kyai Haji
Ahmad Dahlan benar-benar bisa
didatangkan ke Solo, bersama Kyai Haji Fahruddin, Haji Hadjid dan Ki Bagus Hadi
Kusumo. Penyelenggaraan pengajian tidak di Kampung Sewu ditepi Bengawan Solo,
tetapi mengambil tempat ditengah kota, yakni di rumah M. Harsolumakso di
Keprabon Tengah, tak jauh dari Gedung Aisyiyah Kota Surakarta (sekarang).
Setelah beberapa kali K.H. Ahmad Dahlan memberi pengajian, peserta pengajian
semua sepakat akan melembagakan pengajian itu menjadi perkumpulan Muhamadiyah.
Namun hal tersebut terbentur oleh Peraturan dari pemerintah penjajah (Ketetapan
No. 81 tertanggal 22 Agustus 1914), bahwa Muhammadiyah hanya diizinkan berdiri
di Yogayakarta saja. Maka atas saran K. H. Ahmad Dahlan perkumpulan itu diberi nama
sifat Nabi Muhammad saw yaitu Sidiq
Amanah Tabligh Fathonah yang disingkat SATV. Yang ditunjuk sebagai pengurusnya
adalah orang – orang yang namanya telah disebut di muka ditambah M.Abu Toyib, R. Martodiharjo, RM.
Mangkutaruno, M. Muhtar Bukhori, M. Wiryosanjoyo (ayah Dr. Sukiman Wiyosanjoyo,
tokoh Masyumi dan pernah Perdana Menteri), R. Kusen dan KH. Muh Edris (ayah H.
Haitami pendiri Suara Merdeka Semarang).
SATV berdiri pada tahun 1917 itu juga, setelah satu tahun kemudian memiliki
bagian – bagian, yaitu Bagian Tabligh, Bagian Sekolahan, dan Bagian Taman
Pustaka.
Sekitar tahun 1918 – 1919 Solo dilanda demam polotik,
selain Serikat Islam (SI) masuk pula ke Solo Indiche Party Pimpinan dr.
Ciptomangunkusumo (yang saat itu tinggal di Solo). H Misbah mengajak anggota
SATV masuk ke Sarekat Rakyat pecahan SI
yang menganut faham kekiri-kirian atau partai plolitik yang lain. Tetapi
anggota SATV tidak ada yang tertarik masuk partai politik. Sebagai konsekuensi
H Misbah keluar dari SATV dan makin berkonsentrasi kepada partai politik dengan
memanfaatkan beberapa majalah misalnya Medan Moeslimin, Islam Bergerak dan
Doenia Baroe, yang akhirnya menyeretnya ke pembuangan di Digul dan wafat di
sana.
Setelah H. Misbah keluar
dari SATV dan beberapa orang lagi wafat atau minta berhenti, susunan SATV dirombak
menjadi sebagai berikut :
Ketua :
Kyai Muhtar Bukhori, seorang ulama muda
Wakil Ketua : M. Darsasmito, wafat kemudian diganti R.
Ng. Parikrangkungan
( R.T. Prawirodiningrat )
Penulis : M. Harsolumakso
Bendahara : R. Sontohartono
Pembantu : R. Ng. Sastrosugondo,
R. Winyodisastro ( kedua-duanya pengarang buku ),
R. Winyodisastro ( kedua-duanya pengarang buku ),
R. Ng.
Samsuhadiwiyoto,
H.M. Abu
Toyib.
Resmi Bernama Muhammadiyah
Pemerintah Belanda memperkenankan perluasan daerah
operasional Muhammadiyah mulai tahun 1921 (Kep. 36 tertanggal 2 September
1921), namun SATV baru resmi dengan nama
Muhammadiyah pada tahun 1923, tujuh tahun kemudian yaitu tahun 1928 Besluit No. 8 tertanggal 1
Juli 1928, baru mendapatkan pengesahan
dari Pengoeroes Besar Moehammadijah yang ditanda tangani oleh Ketua KH.
Ibrahim, pengganti KH. Ahmad Dahlan.
Generasi berikutnya yang
memegang kendali Muhammadiyah Cabang Solo, terdiri dari : KH. Edris, M. Mulyadi
Joyomartono, Hadisunarto, Asnawi Hadisiswoyo, H. Abuthoyib, RT. Prawirodiningrat,
Satrosugondo. Pada tahun 1929 Solo
menerima Muktamar Muhamadiyah ke 18 yang
semula Solo menolak, sampai timbul paksaan dari Pengoeroes Besar Moehammadijah
:”Sudahlah kalau orang Solo tidak berani, biar Muktamar tetap berlangsung di
Solo, hanya biaya dan pelaksananya orang Yogya”. Dan akhirnya pula Muktamar Muhammadiyah ke 18
tetap dilaksanakan di Kota Solo.
Masya Allah, sangat membantu kami mencari informasi sejarah berdirinya muhammadiyah Surakarta
BalasHapusAlhamdulillah..sejarah berdirinya Muhammadiyah SOLO salah satu Pengurusnya Ayahku Bpk.Asnawi Hadisiswoyo....
BalasHapusMas/mbak saya boleh minta kontak wa nya . Saya insyaalah mau meneliti sejarah muhammadiyah di surakarta. Boleh saya minta bantuannya biar saya wawancara bapaknya
HapusAlhamdulilah saya adalah cucu langsung dari pendiri muhhamadiyah di solo... kakek saya adalah kh muh idris... saya koreksi kakek buyut saya bernama idris bukan edris...
BalasHapus